Tulusnya Sahabat
Manusia adalah makhluk yang
diciptakan Tuhan sesempurna mungkin. Tapi kenyataannya, taka ada manusia yang
sempurna. Selalu saja memiliki rasa tidak puas, sehingga Ia tidak bisa
bersyukur atas apa yang dimilikinya. Lain halnya dengan siswi yang masih
berstatus pelajar SMA kelas X ini. Ia sangat baik, ramah, dan disenangi banyak
orang, teman, dan juga gurunya. Ia juga pandai dan baik. Oh ya, namanya Cinta
Munawaroh. Bukan Munaroh lo, ya? Tapi Munawaroh. Munawaroh itu dalam Bahas Arab
artinya bersinar. Cinta juga mempunyai sahabat namanya Vidi. Walaupun Ia
mengenal Vidi sejak masuk SMA, tapi Ia bisa bersahabat dengan Vidi. Karena Vidi
orangnya baik, jujur, dan juga terbuka. Cinta sanagt menyayanginya, dan mereka
berjanji untuk menjadi sahabat selamanya.
Memasuki kelas XI, Cinta dan Vidi
berpisah. Tapi bukan berpisah tak bertemu, melainkan berpisah tempat duduk,
karena mereka tak sekelas. Walaupun demikian, keduanya tetap menjaga
persahabatan dan tetap berhubungan sangat baik. Bahkan semua orang bilang
mereka seperti anak kembar. Padahal wajahnya berbeda sekali. Cinta berwajah
elips dan agak tembem. Sedangkan Vidi berwajah oval. Bahkan ada juga yang salah
memanggil Cinta itu Vidi. Dan Sebaliknya, memanggil Vidi itu CInta. Aneh banget
memang. Tapi itu kenyataan.
Di kelas yang berpisah dengan Vidi,
Cinta juga mempunyai sahabat yang selalu duduk bersama. Yaitu Rasti, temennya
sejak SMP dulu. Dulu Ia tak begitu mengenal Rasti, karena mereka tak pernah
sekelas. Tapi sekarang mereka sekelas, dan mereka bisa bersahabat. Seperti yang
dilakukannya pada Vidi, Cinta juga sangat menyayangi Rasti. Kemanapun pergi,
mereka selalu berdua. Belajar pun juga selalu bersama. Serasa tak mau
dipisahkan.
Namun suatu hari, seperti ada bara
api yang membakar hati Rasti. Entah mengapa, bara api itu tiba-tiba mmebakar
hati Rasti. Hal ini berawal dari kecemburuan Rasti pada Cinta yang disenangi
banyak orang, teman, bahkan gurunya. Cinta memiliki segalanya, dan diperhatikan
oleh semuanya. Berbeda dengan Rasti, yang ingin popular dan setiap hari selalu bersama anak yang sangat popular,
tapi Ia tak juga popular seperti Cinta. Hal ini juga yang mengawali aksi buruk
Rasti.
Sungguh taka ada yang menyangka
bahwa Rasti benar-benar mempunyai penyakit hati seperti ini. Padahal Ia telah
berjanji pada Cinta bahwa merkea akan menjadi sahabat setia. Tapi Ia malah
mengingkarinya demi kepuasan dan kesenangan dirinya sendiri.
Semakin hari bara api itu tak
terelakkan lagi. Namun Ia juga tak mau kalau Cinta tahu tentang hal ini. Karena
kalau sampai Cinta tahu, rencanaa untuk menghancurkannya akan gagal. Jadi,
pelan-pelan Rasti melampiaskan bara apinya itu. Berbagai kata-kata terlontarkan
pada teman-teman sekelasnya. Tentu saja kata-kata itu sangat bertentangan
dengan pribadi dan juga hati Cinta. Lambat laun, sedikit demi sedikit
teman-teman sekelas Cinta menjauh darinya.
Berita ini akhirnya terdengar sampai
keluar kelas dan tentunya terdengar oleh Vidi. Vidi sangat tak menyangka, bahwa
Cinta akan seperti itu. Vidi juga tak mempercayai berita itu. Dan sungguh, tali
ikatan persahabatan antara Cinta dan Vidi sangat erat. Sehingga, sebesar apapun
badai yang menerpa, takkan bisa melepas tali ikatan ini.
Kemudian Vidi bercerita pada Cinta
tentang hal ini, karena tentu saja Vidi percaya bahwa sahabatnya ini tak
seperti yang dikatakan Rasti. Cinta sangat terkejut dan tak percaya. Tapi
terlihat jelas cahaya keyakinan yang terpancar diwajah Vidi, hingga membuat
Cinta sangat mempercayainya.
“Benarkah itu, Vid? Aku tak bisa mempercayai
ini, tapi Aku percaya sepenuhnya padamu.” Jujur Cinta pada Vidi.
“Apakah kamu tak bisa melihat tanda-tandanya,
sob? Biasanya tanda-tandanya terlihat jelas, Sob.” Jawab Vidi pada Cinta.
“Sebenarnya iya juga sih? Akhir-akhir ini
teman-teman banyak yang menjauh dariku. Aku bingung, memang salah apa aku pada
mereka?” jawab Cinta polos.
“Kamu yang sabar ya, Cinta? Dia itu sakit. Dan penyakita adalah penyakit
hati. Yaitu dengki. Aku heran deh, sama dia. Kok bisa dengki sama sahabatnya
sendiri sih?” jawab Vidi kesal.
“Tapi menurutku Rasti benar, Sob. Dia punya hak
untuk itu. Karena kita sama-sama manusia, dan wajar saja kalau kita ingin
seperti itu.” Jawab Cinta bijak.
“Tapi caranya ya nggak seperti ini, Sob? Kamu
itu terlalu baik, Sob. Sudah jelas Ia menyakitimu.”
Cinta hanya diam saja tak berkata. Pikirannya
kacau, hatinya sedih, gelisah, gundah. Karena menurutnya, masalah sahabat
adalah masalah terbesar dalam hidupnya. Karena Ia tak mau kehilangan sahabat
satupun. “Ya Allah, apa salah hamba? Mengapa Rasti sampai berbuat seperti ini
pada hamba? Hamba sedih, ya Allah… teman-teman semua menjauh. Hikz…hikz…hik…”
jeritnya dalam do’a.
Hari
demi hari berlalu, Cinta pun tak kuasa menahan beban yang dipikulnya. Walaupun
Ia tahu bahwa Allah takkan menguji hambanya diluar kesanggupannya. Tapi ini
adalah masalah sahabat yang harus diselesaikan. Kalau tidak, takkan pernah
selesai. Akhirnya, Ia berusaha mencoba menanyakannya pada Rasti. Tapi Rasti
tentu saja tak mau mengaku. Padahal Cinta bertanya dengan hati-heti agar tak
menyakiti perasaan Rasti.
Sampai
suatu ketika, ketika Rasti pulang sekolah dan mau pergi ke Batu bersama
teman-temannya, tentunya Rasti menyeberang jalan dan menuggu bis yang berjalan
kearah Timur. Ketika menyeberang, tiba-tiba motor Vixion dari arah Timur melaju
kencang dan
Brakkk!!!
“Aduuh, siapa ini yang mendorongku kesini?
Kepalaku sakit.” Keluh Rasti yang kepalanya sedikit terbentur. Ia tak tahu
siapa yang mendorongnya ke pinggir jalan Raya ketika Ia menyeberang. Ia dengar
jeritan teman-temannya. Dan Ia melihat teman-teman banyak yang berkerumukan di
jalan Raya. Ia penasaran, kemudian Ia nerjalan menuju kerumunan tersebut.
Dilihatnya beberapa teman mengangkat siswi yang pingsan dan sedikit darah
menetes dari kepala dan juga lengannya. Cinta? Benarkah itu Cinta? Tentu
saja itu Cinta. Jadi, yang mendorongku ke pinggir jalan ini Cinta? Ya Allah,
ampunilah hamba, hamba sangat jahat padanya. Tapi dia begitu baik pada hamba
dan menolong hamba. Selamatkanlah dia, Ya Allah.
Cinta dilarikan ke RSUD Ngantang. Setelah
dibersihkan lukanya dan dibersihkan, tak ada satupun yang patah tulang. Hanya
lecet agak parah di lengan kirinya dan juga tulang kering serta dikepala
belakangnya lecet sedikit. Sungguh, Allah sangat menyayangi Cinta.
Setelah
sekitar 2 jam, Cinta sadarkan diri. Dilihatnya disekeliling kamar Rumah Sakit,
banyak orang-orang yang disayanginya. Termasuk sahabat dan teman-temannya.
Disebelah kanan ada Vidi, yang wajahnya terlihat sembab habis menangis,
kemudian disebelah kirinya ada Rasti yang masih menangis.
“Kamu sudah sadar, Cin? Kamu
baik-baik aja kan?” tanya Vidi dengan nada sangat khawatir.
“Alhamdulillah, Aku baik-baik
saja, Vid...” jawab Cinta dengan agak parau.
“Cinta? Kamu nggak papa kan? Aku
minta maaf, Cinta... aku udah jahat sama kamu. Karena Aku iri sama kamu. Tapi
Aku salah, Aku nggak seharusnya seperti ini sama kamu. Kamu baik sekali padaku,
kamu malah menolongku walaupun kamu sendiri akan terluka.
Hikz...hikz...hikz...” kata Rasti yang masih menangis.
“Itu sudah tugas seorang sahabat,
Ras... harus saling menyayangi dan juga melindungi.” Jawab Cinta dengan bijak.
“Makasih, Cinta... kamu udah jadi
sahabat yang paling baik untukku. Tapi Aku minta maaf karena Aku nggak bisa
menjadi sahabat yang baik untukmu.”
“Jangan bilang seperti itu,
Ras... kita sama-sama manusia. Dan manusia juga tak pernah lepas dari
kesalahan. Aku sudah memaafkanmu, Ras...”
“Terimakasih banyak, Cinta. Dan
apakah kita masih sahabat?”
“Tentu saja. Sahabat sekarang dan
selamanya.”
0 komentar:
Posting Komentar