Laporan Praktikum Struktur dan Perkembangan Hewan 2 (Embriologi)

Advertisement
advertisement

LAPORAN PRAKTIKUM
STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II (EMBRIOLOGI)
PERKEMBANGAN NORMAL LANDAK LAUT (Temnopleurus alexandri) DARI TELUR SAMPAI PLUTEUS (LARVA)”




DISUSUN OLEH
RITA PURWANTI
(21501061048)









JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2017


KATA PENGANTAR


Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan petunjuk-Nya kami bisa menyelesaikan Laporan Struktur dan Perkembangan Hewan II (Embriologi). Laporan ini berisi tentang Embriogenesis beserta tahapan-tahapannya pada Landak Laut.
Laporan ini saya susun dengan harapan dapat menambah pengetahuan pembaca dan dapat memahami tentang materi didalam laporan ini. Meskipun Laporan ini saya susun belum sempurna, masih banyak kekurangan, saya berharap pembaca dapat menulis kritik dan saran dalam Makalah ini. Agar laporan ini kedepannya lebih sempurna dan lebih bermanfa’at. Aammiin.
Akhir kata, selamat belajar dan jangan lupa selalu berdo’a pada Tuhan Yang Maha Kuasa sebelum melakukan sesuatu.












Hormat kami,






Penulis 

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Tujuan ............................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2
2.1. Dasar Teori ............................................................................................ 2
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 7
3.1. Alat dan Bahan ............................................................................................ 7
3.2. Cara Kerja ........................................................................................... 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 10
4.1. Hasil Pengamatan ............................................................................... 10
3.2. Pembahasan .......................................................................................... 15
BAB V PENUTUP5.1. Kesimpulan ................................................................................................... 21
5.2. Saran ...................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Embrio merupakan eukariot diploid multisel dalam tahap pertama dalam perkembangan. Dari waktu pembelahan sel pertama sampai kelahiran, penetasan, atau perkecambahan. Perkembangan embrio disebut dengan embryogenesis. Embryogenesis merupakan proses perkmebangan dari zigot dengan perkembangan organ tubuh (Organogenesis), sehingga terbentuk individu baru yang fungsional, meliputi telur segar terfertilisasi proses pembelahan sel menjadi (2,4,8,16,32,64), morula, blastula awal, blastula akhir, gastrula, ivaginasi, prisma dan tahap akhir terbentuknya pluteus (Janin). Salah satu ciri dari makhluk hidup yaitu berkembang biak yang merupakan suatu usaha untuk mempertahankan kelestarian hidup jenisnya. Setiap jenis makhluk hidup didunia ini memiliki mekanisme sendiri-sendiri dalam melakukan perkembngbiakan. Proses reproduksi pada dasarnya adalah proses pembentukkan suatu individu baru yang berjalan dengan mekanisme yang tetap bertahan dan teratur. Bila kondisi yang menunjang proses reproduksi ini dalam keadaan baik dan optimal, maka potensi hasil reproduksi tersebut akan memberi hasil yang maksimal. Namun bila proses ini tidak dalam keadaan baik dan optimal, maka potensi hasil dari proses ini akan mengalami kegagalan. Kondisi seperti ini dapat memutuskan rantai keturunan. Salah satu cara untuk mempelajari mekanisme reproduksi adalah melalui pembelajaran embriologi sederhana pada landak laut Sea Urchin (Temnopleurus alexandri) dapat digunakan untuk mempelajari proses pembentukan individu baru yang melalui berbagai macam tahap-tahap pembelahan dilakukan secara kompleks (Adnan, 2008).

    1. Tujuan
Memahami, mempelajari, dan mengamati perkembangan normal embrio landak laut (Temnopleurus alexandri) dari fertilisasi sampai pada tahap pluteus (larva)



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriogenesis
Embriogenesis yaitu proses pembelahan zigot menjadi embrio. Embriogenesis dimulai dari zigot. Zigot terbentuk dari fertilisasi yang berupa sel tunggal diploid (2n). Morula adalah hasil pembelahan zigot menjadi 64 buah sel yang mirip anggur. Blastula adalah zigot yang telah memiliki rongga yang disebut blastosol, yang menjadi calon rongga tubuh. Blastula kemudian akan melakukan implantasi dan invaginasi. Gastrula adalah zigot yang telah mengalami implantasi dan invaginasi, dan memiliki lapisan embrionik. Implantasi adalah pelekatan zigot pada endometrium untuk membentuk membran kehamilan. Implantasi dilakukan oleh sel luar blastula yang disebut sel trofoblas. Invaginasi adalah proses pembentukan archenteron pada gastrula (Gilbert, 2011).
Lapisan-lapisan embrionik:
1) Ektoderm, dibentuk dari sel-sel epiblas atau kutub animal.
2) Endoderm, dibentuk dari sel-sel hipoblas atau kutub vegetal.
3) Mesoderm, dibentuk dari kedua macam sel dan kutub dan berada di antara ektoderm dan endoderm (Gilbert, 2011).

2.2. Tahapan Embriogenesis
2.2.1. Cleavage
Pembelahan atau cleavage atau juga disebut segmentasi terjadi setelah pembuahan, yaitu disaat masuknya sperma kedalam sel telur. Zigot membelah berulang kali, pembelahan mitosis yang berlangsung secara berulang-ulang ini disebut, cleavage. Proses pembelahan ini diaktifasi oleh suatu enzim pada mitosis. Pembelahan memiliki beberapa ciri, yaitu :
  1. Zygot ditransformasi melalui serangkaian pembelahan mitosis dari keadaan uniseluller ke multiseluller
  2. Ukuran embrio relatif tidak bertambah
  3. Bentuk umum embrio tidak berubah keculi terbentuknya rongga blastocoel
  4. Transformasi dari bagian substansi sitoplasma mmenjadi substansi inti. Perubahan-perubahan kualitatif komposisi telur terbatas
  5. Bagian-bagian utama sitoplasma telur tidak digantikan dan tetap pada posisi yang sama seperti telur pada wal pembelahan
  6. Rasio sitoplasma inti pada awal pembelahan sangat rendah, dan pada akhirnya hamper sama dengan rasio sel somatic (Adnan, 2008).
Pembelahan zygot berbeda dengan pembelahan mitosis biasa yang berlangsung pada stadiyum lanjut perkembangan dan pada organisme dewasa. Pada stadium lanjut perkembangan, sebelum sel membelah mereka mengalami perubahan ukuran kira-kira sam dengan ukuran sel sebelum membelah. Jadi pada stadium perkembangan atau pada organisme dewasa ukuran sel rata-rata dipelihara pada setiap jaringan. Selama pembelahan zygot, urutan pembelahan blastomer tidak dipisahkan ileh pertumbuhan, dalam hal ini ukuran blastomer tidak meningkat hingga pembelahan berikutnya dimulai. Akibatnya setiap pembelahan menghasilkan blastomer-blastomer dengan ukuran setengah dari blastomer asal. Jadi pembelahan zygot dimulai dari suatu sel yang ukurannya amat besar, dan berakhir dengan sejumlah sel dengan ukuran yang kecil. Dengan demikian berbeda dengan sel-sel yang telah berdifferensiasi pada organisme dewasa, sebab differensiasi selluler biasanya diiringi dengan peningkatan ukuran sel (Athiroh, 2007).
2.2.2. Blastulasi
Blastula adalah tahapan perkembangan embrio yang terdiri dari blastomer yang belum terdiferensiasi. Struktur blastula ada yang coeloblastula; discoblastula; stereoblastula dan blastocyst (blastosis). Pada umumnya blastula berongga bulat atau pipih. Rongga itu berfungsi untuk memberi ruang dan kesempatan gerak sel-sel pada proses gastrulasi. Kelompok sel-sel di suatu daerah blastula akhir menunjukkan kemampuan yang berbeda sebagai awal diferensiasi. Untuk mengetahui perbedaan itu dapat dilakukan dengan cara perunutan kembali (trace back) zat warna vital yang diteteskan pada permukaan blastula hidup, kemudian diikuti perpindahan zat warna itu sampai stadium akhir gastrula. Hasil dari perunutan itu dipetakan sebagai peta blastula yang terdiri dari : epidermal; neuroectodermal; chordadorsalis; mesodermal dan entodermal (Gilbert, 2011).
Proses sintesis protein baru pada stadium blastula memang belum aktif. Pada akhir blastula sintesis DNA maupun RNA baru mulai meningkat sebagai persiapan diferensiasi. Protein khusus di masing masing daerah peta blastula ini disintesis khas dan berfungsi sebagai pemberi sifat karakteristik masing-masing bagian blastula tersebut. Struktur seluler blastula katak di daerah tertentu berbeda. Epimer di bagian polus animalis, mesomer di equator dan hipomer di polus vegetativus. Pada blastula ayam dikenal centroblast, periblast dan hypoblast. Pada umumnya sel pada tingkat blastula berstruktur sebagai epitel dan disebut blastoderm (Gilbert, 2011).

2.2.3. Gastrulasi
Gastrula adalah tingkatan perkembangan embrio di mana terjadi proses pembentukan lapis benih (germ layer). Tanda khas tahapan ini adalah terbentuknya calon sistem pencernaan yaitu gastrocoel (archenteron). Pada tingkat ini juga terjadi diferensiasi yang pertama kali yaitu terbentuknya lapis benih ectoderm, mesoderm dan entoderm. Pada tingkat sebelumnya yaitu tingkat blastula belum terjadi diferensiasi, sel-sel masih berpotensi sama. Secara teoritis pada akhir blastula terjadi pengelompokan sel sebagai daerah calon pembentuk organ yang dapat dipetakan sebagai fate map (peta nasib). Gastrulasi adalah proses yang berlangsung secara dinamik, terjadi gerakan sel dari satu tempat ke tempat lain, menuju lokasi organ definitif yang akan dibentuk. Stadium gastrula merupakan tahapan perkembangan embrio yang dinamis karena terjadi perpindahan sel, perubahan bentuk sel dan pengorganisasian embrio dalam suatu sistem sumbu (Balinsky, 2009).
Sintesis protein sebelum gastrulasi dikendalikan oleh gen parental, sedangkan sintesis protein pada stadium gastrula dikendalikan oleh inti sel gastrula. Oleh karena itu gastrulasi merupakan stadium perkembangan yang kritis. Berbagai percobaan fertilisasi antar genera dapat berkembang sampai blastula saja, tetapi tidak pernah sampai gastrula. Hal itu dapat terjadi karena gen parental masih beroperasi sampai blastula. Pada gastrulasi terjadi diferensiasi ektoderm; mesoderm dan entoderm, masingmasing berbeda dalam kualitas RNA. tRNA disintesis lebih banyak pada entoderm Xenopus. Untuk membuktikan sintesis RNA dilakukan percobaan transplantasi nukleus pada tahap perkembangan yang berbeda. Nukleus endoderm yang aktif sintesis tRNA ditransplantasikan ke dalam sel telur yang sudah diaktifasi. Hasilnya adalah sintesis tidak terjadi, karena hambatan ooplasma. Kondisi inti dalam lingkungan ooplasma tidak sinkron karena dalam tingkat perkembangan yang berbeda (Balinsky, 2009).

2.2.4. Neurulasi
Neurulasi merupakan tahap perkembangan embrio yang ditandai dengan terbentuknya sistem syaraf pertama kali. Tahap pembentukan sistem syaraf pada vertebrata memiliki pola yang serupa. Pertama terbentuk lembaran neural (lamina neuralis), kemudian melipat menjadi lipatan neural (sulcus neuralis) dan akhirnya menjadi bumbung neural (canalis neuralis). Diferensiasi yang terjadi adalah terbentuknya calon otak di ujung anterior dan di bagian caudalnya membentuk medulla spinalis. Crista neuralis yang berkembang di bagian kiri-kanan medulla spinalis akan menjadi sistem syaraf periferal (Balinsky, 2009).
Inisiasi sistem syaraf terbentuk setelah inisiasi sistem pencernaan. Sistem pencernaan berasal dari rongga archenteron (gastrocoel) tahap gastrula. Dalam proses morfogenesis, kedua sistem tersebut saling berinteraksi. Mesoderm yang berada di antara kedua sistem tersebut berfungsi sebagai induktor pembentukan sistem syaraf. Tahap neurula ditandai dengan semakin jelasnya organisasi tubuh maupun sistem sumbu tubuh (anterior-posterior maupun dorsal-ventral). Pada masing-masing lapis benih (germ layer : ecto, meso dan entoderm) mulai terdiferensiasi membentuk organ primer (Balinsky, 2009).
2.3. Landak Laut
Landak laut hidup di dasar perairan yang umumnya jernih dan tidak bergelombang besar dengan kedalaman kurang dari 3 m pada daerah pasang surut. Landak laut mempunyai fase embrional yang sangat sensitif terhadap perubahan fisik dan kimia lingkungan hidupnya. Hewan ini jarang dijumpai dalam keadaan kelompok tapi cenderung hidup secara soliter. Kebiasaan hidup landak laut ditempat terbuka. Keadaan anatomi tubuhnya serta warna yang mencolok menyebabkan hewan ini mempunyai kendala besar untuk dapat bertahan dari gangguan fisik atau gangguan predator (Athiroh, 2014).
Landak laut tergolong invertebrata dengan ciri morfologi bentuk tubuh radial. Bercangkang tipis dan tersusun dari lempengan-lempengan yang saling berhubungan satu sama lain. Mempunyai tentakel yang berfungsi untuk merambat dan melekat pada suatu objek. Tidak memiliki kepala, badan tersusun atas sumbu oral dan aborsl serta ditumbuhi duri-duri yang bisa digerakkan lewat sendi peluru. Terdapat kaki isap yang dapat digerakkan. Kaki tabung berbentuk langsing dan panjang, mencuat diantara duri-durinya. Duri dan kaki tabung digunakan untuk bergerak merayap dilaut. Ada mulut dan gigi yang kuat dibagian bawah (aboral). Makanan masuk lewat mulut menuju ke perut dan kotoran dibuang melalui anus (Athiroh, 2014).
Landak laut merupakan hewan biseksual yaitu mempunyai alat kelamin terpisah yang secara sepintas sulit dibedakan antara jantan dan betina. Saat fertilisasi berlangsung, hewan ini mempunyai sperma dan sel telur yang berjumlah sangat banyak. Fertilisasi terjadi diluar (fertilisasi eksternal). Sel telur pada landak laut mempunyai permukaan sel telur yang dilapisi oleh lapisan non seluler yang merupakan penghalang (barier). Lapisan sel telur terdiri dari : mantel lendir (jelly), membran vitellina, dll. Sedangkan spermatozoa pada landak laut terbentuk sebagai hasil transformasi spermatid yang haploid. Selama prosees spermatogenesis, materi nukleus spermatid membentuk kepala spermatozoa, sedangkan sitoplasmanya direduksi menjadi bagian tengah dan ekor (Athiroh, 2014).
Tipe telur pada landak laut yaitu : berdasarkan jumlah dan penyebaran yolk (kuning telur), telur landak laut termasuk tipe Isolecital yang artinya jumlah yolk relatif sedikit dan tersebar merata di sitoplasma. Tipe pembelahan telur dari landak laut adalah tipe holoblastik yang artinya alur pembelahan meliputi/masuk kedalam telur. Sedangkan pola pembelahan telur landak laut yaitu pola radial (Athiroh, 2007).





Sedangkan klasifikasi dari Landak laut yaitu :
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Sub phylum : Invertebrata
Class : Echinoidea
Ordo : Temnoplueroidea
Family : Temnopleuroidae
Genus : Temnopleurus
Species : Temnopleurus alexandri (Smith, 1984)



















BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Perkembangan normal landak laut (Temnopleurus alexandri) dari telur sampai stadium pluteus (larva) dilaksanakan pada hari Jum’at – Sabtu tanggal 14-15 April 2017 pukul 18.00 hari Jum’at sampai pukul 15.00 hari Sabtu di Laboratorium Zoologi Universitas Islam Malang.

3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
  • Akuarium
  • Gelas beacker 100 ml dan 1000 ml
  • Spuit injeksi
  • Pipet tetes
  • Magnetik stirrer
  • Kamera
  • Ember (bak) plastik besar
  • Mikroskop
  • Aerator
  • Corong
  • Cawan petri
  • Jurigen
  • Pinset
  • Tabung flacon
  • Gunting
  • Hot Plate



3.2.2. Bahan
  • Landak laut (Temnopleurus alexandri) jantan dan betina
  • Air laut
  • Akuades
  • Formalin 4%
  • KCl 0,55M
  • Kertas saring
  • Tissue

3.3. Cara Kerja
  1. Dilakukan penyaringan air laut dengan kertas saring, dituangkan air laut yang telah disaring kedalam gelas beacker
  2. Telur dan sperma landak laut (Sea urchin) dapat dikeluarkan dengan cara menyuntikkan larutan KCl 0,55M pada bagian oral ke dalam rongga badan landak laut
  3. Kemudian hewan landak laut digoyang-goyangkan dan ditempatkan pada mulut gelas beacker yang telah diisi air laut (yang sudah disaring) bagian aboral landak laut menyentuh air laut
  4. Bila tampak cairan pekat berwarna putih turun ke dasar gelas beacker, berarti terjadi pengeluaran sperma. Sedangkan bila tampak berwarna kuning berarti terjadi pengeluaran telur
  5. Diambil suspensi telur landak laut dari dalam air laut kurang lebih 5-10 tetes kemudian dengan pipet tetes ditempatkan pada cawan petri yang diisi air laut yang sudah disaring
  6. Diambil suspensi sperma dari dalam air laut sebanyak 1-2 tetes dengan pipet tetes dan diteruskan pada cawan petri yang telah berisi telur
  7. Selanjutnya cawan petri digoyang-goyangkan secara perlahan (agar suspensi telur terfertilisasi oleh suspensi sperma)
  8. Kemudian diamati perkembangan sel telur tahap demi tahap dengan menggunakan mikroskop
  9. Apabila air laut di cawan petri nampak keruh, segera di aerasi lagi dan diganti dengan air laut yang baru dengan cara pipetting secara perlahan-lahan melalui pinggir cawan petri dengan cara : melalui pengamatan di mikroskop, tangan menyedot air laut yang sudah keruh dengan pipet pada saat yang bersamaan tangan kiri mengisi air laut baru dengan pipet, hati-hati jangan mengenai zigot
  10. Diambil masing-masing tahapan yang telah terbentuk dengan pipet tetes. Kemudian dimasukkan dalam tabung flacon yang berisi formalin 4% dan akuades (jika memungkinkan untuk pengawetan)
  11. Sebagai cadangan, disiapkan gelas beacker 1 liter diisi air laut yang telah disaring, diberi tetesan telur dan sperma (secara proporsional), gelas kimia diletakkan di atas magnetik stirer, sewaktu-waktu diberi air laut baru dan diamati perkembangan telur landak laut sampai bentuk pluteus
  12. Diamati tehapan-tahapan perkembangan, apabila sampai pada waktu yang telah ditentukan (sesuai referensi) tidak ada perkembangan, maka segera diganti preparat yang baru (cadangan)
  13. Dilakukan diskusi dan dibuat laporan (unjuk kerja praktikum)





















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Data Pengamatan Perkembangan Sel Telur Landak Laut (Temnopleurus Alexandri) dari Fertilisasi Hingga Perkembangan Embrio.
No.
Kisaran Waktu
Stadium
Gambar
1. 21.40 WIB Aklimatisasi
(Dokumentasi pribadi, 2017)
2. 22.15 WIB Penyuntikan KCL

(Dokumentasi pribadi, 2017)
3. 22.44 WIB Telur segar yang dikelilingi sperma

(Dokumentasi pribadi, 2017)

4.

23.09 WIB

Telur segar – Telur terfelisisasi





23 : 09 WIB

(Dokumentasi pribadi, 2017)

5. 00.21 WIB Menjadi 2 sel







(Dokumentasi pribadi, 2017)
6. 01.05 WIB Menjadi 4 sel

(Dokumentasi pribadi, 2017)
7. 02.10 WIB Menjadi 8 sel
(Dokumentasi pribadi, 2017)
8. 02.24 WIB Menjadi 16 sel

(Dokumentasi pribadi, 2017)
9. 02.58 WIB Menjadi 32 sel

(Dokumentasi pribadi, 2017)

10. 04.20 WIB Menjadi 64 sel
(Dokumentasi pribadi, 2017)
11. 05.15 WIB Terbentuk Morulla

(Dokumentasi pribadi, 2017)
12. 06.30 WIB Terbentuk blastula awal

(Dokumentasi pribadi, 2017)
13. 07.29 WIB Terbentuk blastula akhir



(Dokumentasi pribadi, 2017)
14. 10.17 WIB Terbentuk gastrula

(Dokumentasi pribadi, 2017)
15. 14.05 WIB Terjadi invaginasi

(Dokumentasi pribadi, 2017)





4.2. Pembahasan
4.2.1. Analisis Prosedur
Hal yang pertama kami lakukan dalam melaksanakan praktikum Struktur Perkembangan Hewan II pertama-tama yang dilakukan, yaitu mencari spesies Landak Laut (Sea Urchin) yang mana tujuan pencarian kami, yaitu di Pantai Kondang Merak Pantai Selatan, pada awalnya rencana pencarian akan dilakukan pada saat bulan purnama, karena kemungkinan besar waktu untuk air laut surut lebih panjang sangat besar dan mempersiapkan alat yang akan digunakan dalam Laboratorium. Tepat pada pagi hari Jumat pukul 08.00 tanggal 14 April 2017 rombongan teman-teman laki-laki berangkat menuju lokasi Pantai Kondang Merak tersebut, sedangkan bagi teman-teman perempuan menyiapkan persiapan alat dan bahan yang akan dibutuhkan pada saat praktikum dilaksanakan. Pada jam 21.30 rombongan dari Pantai Kondang Merak datang membawa spesies yang akan dipraktikumkan, yaitu Landak Laut (Sea Urchin) dan kami langsung memulai praktikum sesegera mungkin, karena khawatir Landak Laut akan mati. Pertama kami menyaring air laut yang sudah disiapkan dan Landak Laut yang mulanya ditempatkan didalam jerigen lalu dipindahkan kedalam bak yang terisi airlaut dan juga sudah dipasang aerator untuk menjaga oksigen Landak Laut tersebut. Kemudian air laut yang sudah disaring menggunakan kertas saring tersebut dituangkan kedalam gelas kimia.
Selanjutnya pada pukul 22.15 kami menyuntik larutan KCL 0,05m kebagian oral rongga badan atau mulut Landak Laut tersebut lalu di goyang-goyngkan untuk mengeluarkan sperma dan sel telurnya. Setelah mendapatkan sel sperma dan sel telur lalu kami mengambil suspense sel telur sebanyak 10 tetes dan suspense sel sperma sebanyak 2 tetes lalu dituangkan pada cawan petri yang sudah diisi ir laut yang sudah disaring sebanyak ukuran separuh cawan petri, hal ini dilakukan karena dalam 1 tetes suspense sel sperma yang diambil sudah mengandung ribuan bahkan jutaan sel sperma, sedangkan sel telur lebih sedikit. Setelah kami amati dari mikroskop ternyata sel telur sangat padat dan juga sel sperma lebih banyak dibandingkan dengan sel telur sangat sedikit yang memungkinkan akan sulit terfertilisasi dengan sempurna, maka kelompok kami memutuskan untuk mengambil suspense sperma sedikit demi sedikit dan sangat berhati-hati agar tidak mengenai sel telur tersebut.
Kemudian setelah diamati dimikroskop dengan perbesaran 10 x 10 maka terlihat sel telur dan sel sperma sudah sangat aktif bergerak kemudian melakukan proses Fertilisasi. Dalam buku panduan praktikum yang kami dapatkan disana diterangkan bahwa stadium sel telur segar terfertilisasi membutuhkan waktu kurang lebih 20-25 menit. Akan tetapi kami membutuhkan wktu lebih lama sekitar 30 menit untuk Fertilisasi dalam kurun 4x pergantian air. Seanjutnya praktikan menunggu waktu kurang lebih 2 jam dari stadium pertama, yaitu sel telur terfertilisasi untuk sampai kestadium berikutnya, yaitu stadium Blastomer (terbentuk 2 sel). Sambil terus mengganti air selama 15 menit sekali praktikan selalu memantau perkembangan sel pergantian air didalam cawan petri selama 15 menit sekali bertujuan untuk mencegah air cawan petri agar tidak keruh. Kami mengaerasi airnya dengan cara Pipetting secara pelan-pelan dari pinggir cawan petri sambil mengamati dari mikroskop, karena khawatir selnya akan ikut tersedot kedalam pipet. Setelah pergantian air yang ke 7x praktikan melihat sudah ada perubahan pada Blastomer Landak Laut, yaitu sudah mengalami stadium perubahan menjadi 4 sel perubahan terhitung sekitar 35 menit dari Blastomer 2 sel menuju 4 sel. Setelah itu kurung waktu 40 menit dari sebelumnya sel membelah lagi menjadi 8 sel Blastomer. Untuk selanjutnya praktikan terus menerus memantau perkembangan sel Landak Laut tersebut, karena pembelahan tersebut terhitung cepat. 40 menit dari pembelahan 8 sel, pembelahan mencapai stadium pembelahan menjadi 16 sel Blastomer. Ini sangat jauh dari kisran waktu yang diperkirakan dalam buku petunjuk praktikum. Selanjutnya pembelahan menjadi 32 sel Blastomer terjadi pada saat setelah pergantian air yang ke 12 sekitar kurung waktu sekitar 20 menit dari pembelahan 16 sel Blastomer. Setelah pembelahan 32 sel maka praktikan menunggu untuk pembelahan 64 sel Blastomer sekitar kurung waktu 200 menit dari pembelahan 32 sel Blastomer. Sekitar kurung waktu 50 menit tahap 64 sel Blastomer menuju tahap selanjutnya, yaitu Morula. Selanjutnya praktikan menunggu untuk tahap selanjutnya dengan tetap mengganti air mengaerasi 15 menit sekali agar air tetap jernih tidak keruh dan tidak menyebabkan sel-sel akan cepat mati. 1 jam kurung waktu 150 menit berikutnya stadium sudah mencapai terbentuknya Blastula Awal.

Dan menunggu untuk proses terbentuknya Blastula Akhir dengan sekitar kurung waktu 45 menit. Praktikan selalu mengamati perubahan yang terjadi pada saat jam menunjukkan 9.48 wib sudah terlihat tahapan pada stadium Gastrula akan tetapi sel belum bergerak secara aktif. Awalnya praktikan mengira tahap Gastrulasi akan cepat terbentuk namun setelah diamati sel tetap tidak bergerak aktif, akhirnya praktikan memutuskan untuk merubah prosedur yang biasanya mengaerasi 15 sekali kini di ubah menjadi 10 menit sekali. Selanjutnya lebih kurang 3 jam an sel sudah benar-benar terbentuk Gastrula yang mana ditandai dengan sel-sel sudh aktif bergerak sngat cepat dan berputar-putar, ini menandakan sel masih tetap hidup pada fase ini. Selanjutnya gerakan yang baku, yaitu pada proses Invaginsi, terhitung sekitar kurung waktu 4 jam relative cukup lama waktu yang telah diperkirakan sebelumnya. Pada tahapan proses Invaginasi ini maka dikatakan praktikum sudah bias dikatakan sukses dilakukan ketika sampai pada fase ini sel-sel masih tetap hidup. Maka pada praktikum kali ini memutuskan untuk tidak melanjutkan ke tahap terbentuknya fase Prisma tau Pluteus (larva). Dikarenakan kondisi praktikan yang sudah mulai lelah dan tidak memungkinkan untuk tetap menunggu dan mengamati perubahan yang akanterjadi maka diputuskan untuk mengakhiri praktikum ini sampai pada tahapan terjadinya proses Invaginasi. Karena untuk mencapai Prisma atau bahkan terbentuknya Pluteus tidak bias dipastikan kapan waktunya apalagi dalam keadaan sel sudah banyk yang mati, maka pengamatan diakhiri pada hari Sabtu jam 15.00 tanggal 15 April 2017. Terhitung sudah kurang lebih 19 jam praktikan melakukan pengamatan pada spesies Landak Laut (Sea Urchin). Dari fase awal, yaitu Sel telur sampai pada fase proses Invaginasi

4.2.2. Analisis Data
Pada praktikum kali ini kami mendapatkan hasil dari penelitian yang kami amati, yaitu pada hari Jumat tanggal 14 April 2017 jam 21.30 wib kami lihat telur belum terfertilisasi dan tidak lupa kami selalu mengaerasi air didalam cawan petri agar air tetap jernih sel tetap terjaga hidup. Setelah itu kami melihat dari mikroskop telur sudah terfertilisasi dengan sempurna pada jam 22.44 wib dan teelihat tonjolan dibagian tengah selnya yang mana menandakan tsel telur sudah terfertilisasi. Fertilisasi adlah suatu proses peleburan 2 macam gamet sehingga terbentuk suatu individu baru dengan genetic yang berasal dari kedua induknya.
Proses ini dapat dibagi menjadi 4 aktifitas utama :
1. Hubungan kontak serta pengenalan sel sperma dan telur 
2. Pengaturan pemasukan sperma kedalam telur
3. Peleburan bahan genetic dari sperma ke dalam sel telur
4. Aktifitas metabolic telur untuk memulai perkembangan
Organisme dibangun dari 1 sel, yaitu sel telur yang sudah dibuahi, melalui serangkaian pembelahan Mitosis yang perkembangan selnya berjalan cepat. Seperti Mitosis pada umumnya, pada spesies Landak Laut ini pada saat sel telur dibuahi mula-mula terjaji pembelahan inti dan diikuti dengan pembelahan Sitoplasma. Sel ankan yang terbentuk disebut ‘blastomer” dan sel-sel ini lalu membelah lagi menjadi 4,8,16,18,32,32,64 sel telur Blastomer. Perkembngan Landak Laut dari fase sel telur terfertilisasi sampai fase Invaginasi, selanjutnya setelah mengaerasi yang ke4x, stadium sudah mencapai pembelahan 2 sel pada jam 00.34 wib sel membelah menjadi 2 sel Blastomer. Kami (praktikan) tetap konsisten mengganti air 10-15 menit sekali mengaerasi dan juga mengamati perubahan sel pada mikroskop. Setah mengaerasi ke 27x praktikan melihat sudah ada perubahan pada Blastomer Landak Laut, yaitu sudah mengalami stadium perubahan menjadi 4 sel pada jam 01.08 wib dari 2 sel Blastomer. Kemudian dari 4 sel membelah lagi menjadi 8 sel pada jam 01.46 lalu terbentuk 16 sel pada jam 02.30 wib lalu terbentuk lagi menjadi 32 sel pada jam 02.51 wib lalu pada pembelahan sel selanjutnya 64 sel pada jam 04.25 wib, yang mana bentuk ini sudah sangat sulit dihitung jumlahnya sel nya menyerupai buah anggur dan sudah dapat dikatakan mencapai tahap terbentuknya Morula.
Blastomer pada pembelahan awal terbentuk bulat seperti telur sebelum membelah. Adanya pengaruh tekanan permukaan Blastomer yang saling bersentuhan menjadi rata tapi permukaan bebasnya tetap bundar. Bentuk embrio pada stadium ini disebut Morula. Pembelahan ini terjadi pada jam 05.16 wib, bentuknya menyerupai bunga. Selanjutnya tahap fase Blastula, banyak embrio berubah dari bulat padat (Morula) atau tudung menjadi bola berongga disebut Blastula. Terbentuknya Blastula Awal pada jam 06.34 wib, ditandai dengan munculnya rongga didalam sel yang pada saat tahap Morula masih menjadi bulat padat pada tahap ini sudah terlihat menjadi 1 bulatan dan terbentuknya Blastocoel ditandai terbentuknya stadium Blastula Awal dan pada jam 07.19 wib tahap terbentuknya Blastula Akhir berjalan agak cepat dari yang diperkirakan dalam buku petunjuk praktikum. Pada tahap Blastula Akhir sel terbentuk hamper kembali menyerupai Morula akan tetapi tetap memiliki perbedaan, tahap ini merupakan akhir tahapan Blastula.
Kemudian pada jam 09.48 wib terbentuknya Gastrula, ditandai dengan sel sudah aktif bergerak dan berputar-putar menandakan sel masih hidup pada fase ini akan tetapi sel ini masih bergerak sangat lamban. Fase Gastrulasi adalah suatu tingkatan perkembangan embrio terjadi proses pembentukan lapisan (Germ Layer), dengan terbentuknya calon system pencernaan, yaitu (Archenteron) pada tingkat ini terjdi Diferensiasi yang pertama kali, yaitu Ectoderm, Mesoderm dan Endoderm. Pada tingkat sebelumnya, yaitu tingkat Blastula belum terjadi Diferensiasi, sel masih berpotensi sama. Gastrulasi pada Landak Laut diawali dengan perubahan pada daerah vegetative, beberapa sel lepas dan masuk kedalam rongga Blastula dan sel ini, yaitu sel Masenkim Pimer. Melepasnya sel-sel ini mengakibatkan terjadinya pelekukan pada daerah vegetative. Pelekukan ini membentuk suatu kantung atau saluran dari Gastrula disebut Arkenteron atau saluran pencernan primitive dan suatu lubang pada daerah vegetative disebut Blastoporus. Arkenteron tumbuh terus kearah kutub anima. Pada ujung Arkenteron sel membentuk Filopodia disebut sel Masenkim Sekunder, ujung Filopodia yang melekatkan diri pada bagian dalam dari kutub anima lalu berkontraksi sambil menarik saluran Arkenteron kearah kutub anima.
Gastrula adalah proses yang dinamis, terjadi gerakan sel dari satu tempat berpindah ketempat lainnya menuju oragan yang akan di bentuk. Dikenal dengan gerakan Epiboli, yaitu suatu gerakan dipermukaan Gastrula dan emboli (gerakan didalam Gastrula) pada pukul sel sudah ssangat aktif sekali bergerak-gerak yang mana pergerakan terlihat sangat cepat sekali. Selanjutnya gerakan yang baku, yaitu pada poses Invaginasi. Invaginasi adalah macam dari gerakan Morfogenik pada umumnya dijumpai pada perkembangan embrio awal. Invaginasi ditandai dengan suatu tonjolan kebagian dalam suatu lapisan sel yang mana lapisan sel bagian luar melengkung kebagian dalam. Invaginasi terjadi pada jam wib dari terbentuknya fase Gastrula. Pada fase ini ditandai dengan adanya tonjolan kebagian dalam dari lapisan sel. Proses praktikum ini hanya sampai pada stadium terjadinya fase Invaginasi saja, karena setelah prosen Invaginasi berlangsung sangat lama, sel kemudian perlahan-lahan mulai lemah da nada juga beberapa sel ada yang mati, karena pada fase ini memang sudah tiba pada fase kritis, yaitu penentuan bahwa sel akan tetap hidup dan menjadi sebuah organisme atau tidak untuk selanjutnya sampai fase Organogenesis. Ada banyak kemungkinan alasan sel mati pada fase ini, karena sel sudah bertahan lebih kurang 19 jam berada ditempat yang bukan habitatnya dan juga dikarenakan air yang sudah mulai keruh. Penyebab ke2 kurangnya nutrisi yang didapatkan oleh embrio tersebut., juga karena PH tidak stabil dan terlalu banyak kandungan CO2 atau bias juga dikarenakan oleh salinitasnya yang tidak sama. Praktikum kita kali ini hanya sampai pada fase Invaginasi saja dikarenakan praktikan sudah mulai lelah dan juga pada fse Invaginasi ini sel-sel sudah mulai da yang mati.




















BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dapat ditarik kesimpulan dari praktikum Struktur Perkembangan Hewan II yang berjudul “ Perkembangan normal landak laut dari telur sampai stadium Pluteus (Larva) “ yaitu proses Fertilisasi merupakan peleburan 2 macam gamet terjadi pada jam , yaitu sekitar menit dari proses awal. Tahap selanjutnya, yaitu Segmentasi (Pembelahan), yaitu sel telur sudah dibuahi terjadi pembelahan inti dan diikuti pembelahan Sitoplasma. Sel anak yang terbentuk disebut Blastomer dan sel – sel membelah lagi membentuk 4 blastomer, 8 blastomer, 16 blastomer, 32 blastomer dan 64 blastomer. Ada perbedaan waktu yang didapatkan dalam proses segmentasi tersebut yaitu pembelahan menjadi 2 sel terjadi pada jam selang menit, pembelahan menjadi 4 sel terjadi pada jam selang menit, menjadi 8 sel terjadi pada jam selang menit, menjadi 16 sel terjadi pada jam selang menit, menjadi 32 sel terjadi pada jam selang menit, menjadi 64 sel terjadi pada jam selang menit. Sementara sel-sel Morulla mengalami pembelahan terus menerus, terbentuklah rongga ataupun celah bawah “Germinal Disc” yang memisahkan dengan “Yolk”. Rongga ini makin lama, makin membesar dan berisi cairan. Embrio yang sudah memiliki rongga disebut ‘Blastula” yang memiliki cairan. Proses terbentuknya Blastula awal terjadi pada jam dan Blastula Akhir pada jam . Selanjutnya proses Gastrulasi, yaitu yang mana terjadi gerakan sel dari satu tempat ke tempat lainnya menuju lokasi organ yang akan terbentuk. Proses ini terjadi pada jam. Selanjutnya dari proses terbentuknya Gastrula, yaitu terjadinya proses Invaginasi pada jam. Setelah proses ini sel mati, dikarenakan kurangnya nutrisi dan keadaan air sudah keruh, sedingga asupan C02 terlalubanyak menjadikan sel lemas lalu mati dan tidak dapat berlanjut ke stadium terbentuk prisma dn pluteus (larva).

5.2. Saran
Ada beberapa saran yang kami berikan, yaitu yang pertama adalah kelengkapan alat yang diperlukan untuk berlangsungnya kegitan praktikum dan kenyamanan bagi praktikan masih sangat kurang. Dapat dilihat, sebagaimana praktikan masih harus membawa peralatan milik pribadi untuk digunakan sebagai alat praktikum. Yang kedua, yaitu untuk asisten diharapkan lebih memperhatikan dan lebih cekatan untuk menanggapi pertanyaan saat praktikan mengalami kesulitan dalam pengamatan. Dan juga praktikan mengucapkan terimakasih untuk bimbingan dan arahan yang diberikan oleh dosen ataupun asisten dalam proses pengamatan praktikum di Laboratorium Ekologi. Dan asisten dosen juga harus bisa mengahargai kerja praktikan dan juga laporan para praktikan.






















DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2008. Embriologi. Biologi FMIPA Universitas Bandar Lampung. Lampung.
Athiroh, N. 2007. Buku Ajar Struktur dan Perkembangan Hewan II (Embriologi) Edisi I. Malang : FMIPA Biologi Universitas Islam Malang Press.
Athiroh, N. 2014. Buku Petunjuk Praktikum Struktur dan Perkembangan Hewan II (Embriologi). Malang : FMIPA Biologi Universitas Islam Malang Press.
Balinsky. 2009. An Introduction to Embryology. Fourth Edition. W.B. Saunders
Company. Philadelphia.
Gilbert, S. F. (2011). Developmental Biology. 4-th. Edition. Sinauer Association Inc.,
Massachusetts.
Smith, C.G. 1987. Klasifikasi Landak Laut. Patten's Foundations of Embryology. Fifth Edition. New York : McGraw Hill Book Company.





Advertisement
advertisement
Laporan Praktikum Struktur dan Perkembangan Hewan 2 (Embriologi) | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar